FATWA PERSIS
TENTANG SEDEKAP DALAM SHALAT
1. SEDEKAP DALAM SALAT
KEPUTUSAN SIDANG DEWAN HISBAH
PERSATUAN ISLAM (PERSIS)
TENTANG
SEDEKAP DALAM SALAT
Kita tidak dapat melakukan
salat dengan baik, selama kita tidak mengenal tata cara salat yang dilakukan
Rasulullah saw.. maka untuk mengenal tata cara salat Rasulullah tersebut, kita
harus meneliti sunnah Rasulullah saw. yang berhubungan dengan sifat-sifat
salatnya baik yang wajib atau yang sunnatnya. Maka untuk mengetahui hal-hal
tersebut, kita harus meneliti amaliyyah Rasulullah saw. yang berhubungan dengan
hal itu, sesuai sabdanya:
صلوا كما
رأيتمونى أصلي (رواه البخارى1:117)
Lakukanlah olehmu salat sebagaimana
kamu mengetahui tatacara salatku. HR. Al-Bukhari, juzI:117
Maka dengan perintah tersebut
mewajibkan kepada kita untuk mengikuti tatacara salat Rasulullah saw. baik yang
wajib ataupun yang sunnatnya. Adapun kita bisa mengetahui yang wajib atau yang
sunnatnya dalam pekerjaan salat tersebut, adalah berdasarkan sabda amaliyyah
Rasulullah saw., sebagaimana beliau pernah mengajarkan salat kepada Khalla bin
Rafi’ yang tidak atau belum mengetahui tatacara salat yang baik dan sempurna.
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَلِيِّ
بْنِ يَحْيَى بْنِ خَلَّادٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ
رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ
فَصَلَّى قَرِيبًا مِنْهُ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعِدْ صَلَاتَكَ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ قَالَ فَرَجَعَ فَصَلَّى كَنَحْوٍ مِمَّا
صَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ لَهُ أَعِدْ صَلَاتَكَ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ عَلِّمْنِي كَيْفَ أَصْنَعُ قَالَ إِذَا اسْتَقْبَلْتَ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ
ثُمَّ اقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا شِئْتَ فَإِذَا رَكَعْتَ
فَاجْعَلْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ وَامْدُدْ ظَهْرَكَ وَمَكِّنْ
لِرُكُوعِكَ فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ
الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا وَإِذَا سَجَدْتَ فَمَكِّنْ لِسُجُودِكَ فَإِذَا
رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَاجْلِسْ عَلَى فَخِذِكَ الْيُسْرَى ثُمَّ اصْنَعْ ذَلِكَ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ وَسَجْدَةٍ
Dari Rifa’ah bin Rafi’
az-Zurqi dan dia itu termasuk seorang sahabat Rasulullah saw. ia berkata, telah
dating seorang laki-laki sedangkan Rasulullah saw. sedang duduk, kemudian orang
tersebut salat tidak jauh dari tempat duduk Rasulullah, kemudian ia berpaling
(setelah selesai salat) kepada Rasulullah sambil mendatangi beliau. Maka
Rasulullah bersabda. ‘ Ulangilah salatmu itu, sesungguhnya engkau itu belum
salat.’ Rifa’ah berkata lagi, kemudian ia berpaling kepada Rasulullah dan
beliau pun bersabda lagi kepadanya, ‘Ulangilah salatmu, sesungguhnya engkau
belum salat.’ Maka orang tersebut berkata. ‘Ya Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku
bagaimana yang harus aku lakukan?’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Apabila engkau
telah menghadap kiblat, maka takbirlah, kemudian bacalah fatihah dan surat yang
kamu kehendaki dan apabila kamu ruku, maka letakkanlah kedua telapak tanganmu
pada kedua lututmu dan luruskanlah punggungmu dan tegakkanlah rukumu, kemudian
apabila kamu mengangkat kepala, maka luruskanlah tulang punggungmu sehingga
kembali pada sendi-sendinya, kemudian apabila sujud, maka tegakkanlah sujudmu
dan apabila mengangkat kepala (I’tidal sujud) maka duduklah di atas paha
kirimu, kemudian lakukanlah hal itu pada setiap raka’at dan sujud.’ HR. Ahmad No : 482 al-Fath ar-Rabbani
Kemudian pada salah satu
riwayat yang lainnya beliau bersabda pula:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عَجْلَانَ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ يَحْيَى
بْنِ خَلَّادٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَمِّهِ وَكَانَ بَدْرِيًّا قَالَ
كُنَّا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَدَخَلَ
رَجُلٌ فَصَلَّى فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمُقُهُ ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ
وَقَالَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ قَالَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
فَقَالَ لَهُ فِي الثَّالِثَةِ أَوْ فِي الرَّابِعَةِ وَالَّذِي بَعَثَكَ
بِالْحَقِّ لَقَدْ أَجْهَدْتُ نَفْسِي فَعَلِّمْنِي وَأَرِنِي فَقَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تُصَلِّيَ
فَتَوَضَّأْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ ثُمَّ كَبِّرْ
ثُمَّ اقْرَأْ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ
حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ
قُمْ فَإِذَا أَتْمَمْتَ صَلَاتَكَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَتْمَمْتَهَا
وَمَا انْتَقَصْتَ مِنْ هَذَا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّمَا تُنْقِصُهُ مِنْ صَلَاتِكَ
“….Maka apabila kamu menyempurnakan salat ini, maka sungguh
engkau telah menyempurnakan salat, dan apabila engkau mengurangi dari cara
salat yang ini, maka engkau telah mengurangi salat ini”. HR. Ahmad, No 482 Fath ar-Rabbani
Ibnu Hajar pernah menjelaskan
sebagai berikut:
قَالَ :
وَفِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّ الْإِقَامَة وَالتَّعَوُّذ وَدُعَاء الِافْتِتَاح
وَرَفْع الْيَدَيْنِ فِي الْإِحْرَام وَغَيْره وَوَضْع الْيُمْنَى عَلَى
الْيُسْرَى وَتَكْبِيرَات الِانْتِقَالَات وَتَسْبِيحَات الرُّكُوع وَالسُّجُود
وَهَيْئَات الْجُلُوس وَوَضْع الْيَد عَلَى الْفَخِذ وَنَحْو ذَلِكَ مِمَّا لَمْ
يُذْكَر فِي الْحَدِيث لَيْسَ بِوَاجِبٍ
‘… Maka pada riwayat itu
sebagai dalil, bahwa iqomah. Ta’awwudz’ doa Iftitah, mengangkat dua tangan pada
takbiratul ihram dan yang lainnya, menyimpan tangan kanan di atas tangan kiri,
takbir intiqal, bacaan tasbih waktu ruku dan sujud, cara-cara duduk dan
menyimpan tangan di atas paha dan sejenis dengannya, itu adalah tidak wajib…’
Fath al-Bari II : 425 Maka dengan hal dan keterangan tersebut, kita mengetahui
dan dapat membedakan antara yang wajib dan yang sunnat di dalam salat.
Sehubungan dengan hal itu dinyatakan dalam qaidah Ushul Fiqh:
مجرد الأفعال
لايفيد الوجوب
Perbuatan Nabi semata-mata
(tanpa diikuti sabdanya), maka itu tidak menunjukkan kepada wajib.’
Sikap dan Cara Rasulullah
Sebelum Salat
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ
أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ سَمِعْتُهُ وَهُوَ فِي عَشَرَةٍ مِنْ
أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمْ أَبُو
قَتَادَةَ بْنُ رِبْعِيٍّ قَالَ أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَكَانَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ اعْتَدَلَ
قَائِمًا
Adalah rasulullah apabila
berdiri (untuk) salat, beliau berdiri dengan tegak.’ HR.Ibnu Majah, No 868
Maka menurut riwayatini,
Rasulullah apabila akan salat berdiri tegak, tidak sedekap, baru beliau
bertakbir kemudian menyimpan tangan kanannya di atas tangan kirinya
(sedekap),hal ini berlaku sesuai dengan keterangan berikut ini :
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ قَالَ ثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جُحَادَةَ قَالَ
حَدَّثَنِي عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ وَائِلٍ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ
وَمَوْلًى لَهُمْ أَنَّهُمَا حَدَّثَاهُ عَنْ أَبِيهِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ أَنَّهُ
رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ
فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ الْتَحَفَ
بِثَوْبِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنْ الثَّوْبِ ثُمَّ
رَفَعَهُمَا فَكَبَّرَ فَرَكَعَ فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ
Dari Wail bin Hujr,
sesungguhnya ia telah melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya ketika
masuk salat kemudian bertakbir, kemudian beliau melipatkan bajunya (mungkin
dingin) lalu ia menyimpan tangan kanannya di atas tangan kirinya, maka tatkala
akan ruku, ia mengeluarkan tangannya dari bajunya kemudian mengangkat tangannya
dan bertakbir, lalu ruku dan tatkala ia membaca “Sami’allahu Liman Hamidah” ia
mengangkat kedua tangannya dan ketika ia bersujud maka ia sujud di antara dua
telapak tangannya.’HR. Ahmad, No : 475 Fath
ar-Rabbani
Di dalam hadits tersebut
dijelaskan, bahwa Rasulullsh setelah takbiratul ihram menyimpan tangan kanan di
atas tangan kirinya. Adapun cara seperti ini adalah satu keharusan berdasrkan
contoh Rasulullah, karena pernah terjadi seorang sahabat menyimpan tangan
kirinya di atas tangan kanannya, maka cara itu disalahkan oleh Rasulullah saw.
sebagaimana dalam hadits-hadits berikut ini:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ الْوَاسِطِيُّ يَعْنِي الْمُزَنِيَّ حَدَّثَنَا أَبُو
يُوسُفَ الْحَجَّاجُ يَعْنِي ابْنَ أَبِي زَيْنَبَ الصَّيْقَلَ عَنْ أَبِي
سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ وَهُوَ يُصَلِّي وَقَدْ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى
الْيُمْنَى فَانْتَزَعَهَا وَوَضَعَ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
Dari Jabir bin Abdullah ia
berkata, ‘Rasulullah saw. pernah lewat pada seorang sahabat yang sedang salat
sedangkan ia menyimpan tangan kirinya di atas tangan kanannya kemudian ia
merubahnya dengan cara meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. HR. Ahmad, No : 498 Fath ar-Rabbani
عَنْ ابْنِ
مَسْعُودٍ أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى الْيُمْنَى
فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى الْيُسْرَى
Dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya
ia pernah salat dan menyimpan tangan kirinya di atas tangan kanannya, maka
Rasulullah saw. melihatnya kemudian melepaskan tangannya lalu meletakkan tangan
kannnya di atas tangan kirinya.’ HR. Abu Daud No. 755,
an-Nasa’I II : 126, Fath ar-Rabbani
عَنْ سَهْلِ
بْنِ سَعْدٍ قَالَ كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ
الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي
الصَّلَاةِ
Dari Sahl bin Sa’ad ia
berkata, adalah orang-orang diperintahkan agar menyimpan tangan kanan di atas
tangan kirinya pada waktu salat.’ HR. Al-Bukhari II : 366
أَخْبَرَنَا
سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُمَيْرٍ
الْعَنْبَرِيِّ وَقَيْسِ بْنِ سُلَيْمٍ الْعَنْبَرِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا
عَلْقَمَةُ بْنُ وَائِلٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِيالصَّلَاةِ قَبَضَ
بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
Dari Wail bin Hujr, ‘Aku
pernah melihat Rasulullah saw. apabila berdiri dalam salat, ia mengepalkan
(memegang) tangan kanan pada tangan kirinya.’ HR.
an-Nasa’I II : 126
Dalam salat, kita
diperintahkan “I’tidal”. Kalimat I’tidal itu mutlak, harus tegak lurus,
kemudian ada taqyid “I’TIDALA RAAKI’AN, I’TIDALA SAAJIDAN, I’TIDALA
QAAIMAN”.karena setelah menghadap kiblat Rasulullah dinyatakan I’TIDALA
QAAIMAN berdiri tegak tanpa sedekap, sedangkan pada waktu berdiri
setelah ruku pun diperintah I’tidala qaaiman, maka pasti ini pun tanpa sedekap
sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
ثُمَّ
ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا
‘…… Kemudian bangkitlah ia
(dari ruku) hingga tegak berdiri (hatta ta’tadila qaaiman).’HR. al-Bukhari I : 144, Muslim : 282
Kita diperintahkan I’tidal
setelah ruku sebagaimana I’tidal waktu akan salat tanpa sedekap. Adapun
perintah dalam hadits dari Sahl bin Sa’ad tersebut adalah menyimpan tangan
kanan di atas tangan tangan kiri. Karena pokok perintah itu “Fishshalaati”
adalah fadlah dan adanya Alif Lam menunjukkan bahwa yang dicontohkan oleh Nabi
adalah sedekap setelah takbir awal raka’at, bukan di tempat-tempat yang lainnya
karena tidak ada dalil dan contoh Rasulullah saw.. Adapun kalimat “Ta’tadilu”
setelah ruku ditegaskan oleh beberapa hadis seperti berikut ini:
...حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ...
…Sehingga semua tulang
punggung kembali ke tempatnya... HR. Al-Bukhari I : 150
وَاعْتَدَلَ
حَتَّى رَجَعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ
Dan ia I’tidal (setelah ruku)
sehingga semua tulang kembali ke tempatnya (tegak lurus). HR. Ahmad No : 480, Fath ar-Rabbani
…ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَانْتَصَبَ
قَائِمًا هُنَيَّةً…
…Kemudian ia mengangkat
kepalanya dan berdiri lurus yang hanya sebentar saja….HR. Ahmad No : 477, al-Fath ar-Rabbani
..فَإِذَا
رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى
مَفَاصِلِهَ…
…Apabila engkau mengangkat
kepala dari ruku, maka luruskanlah tulang punggungmu, sehinggi tulang-tulang
itu kembali pada sendi-sendinya…. HR. Ahmad No : 482,
al-Fath ar-Rabbani
Bahkan di dalam salah satu
riwayat yang lain dinyatakan bahwa Rasulullah saw. seolah-olah lupa tidak
I’tidal (karena hanya sebentar). Sebetulnya banyak lagi hadis-hadis yang serupa
yang menerangkan cara berdiri I’tidal setelah ruku, yang caranya itu adalah
sama seperti berdiri akan salat (I’tidal tidak sedekap).
Ringkasan:
Kita diperintahkan sedekap,
menyimpan tangan kanan di atas tangan kiri Fishsalat yang dicontohkan oleh Nabi
saw. yaitu setelah takbir awal raka’at, sebagaimana yang diriwayatkan oleh
sahabat Wail bin Hujr. Adapun bersedekap setekah ruku, tidak ada contohnya sama
sekali dari Nabi saw.. Maka wajarlah kalau Syaikh Albani dalam bukunya “Fi
Shifati Salati Nabi saw..” Hal 145 menyatakan, ‘Aku tidak ragu lagi, bahwa
menyimpan kedua tangan di atas dada pada I’tidal ruku adalah Bid’ah Dhalalah’,
karena tidak ada dalil sama sekali dari hadis-hadis kaifiyah salat Nabi.
Kalaulah ada contohnya dari Nabi, maka tentu akan diriwayatkan kepada kita
walaupun hanya satu riwayat, bahkan itu adalah penguat bahwa tidak ada sedekap
waktu I’tidal. Dari sejak dulu tidak ada ulama yang melakukannya dan tidak ada
seorang pun yang meriwayatkan hadis yang memerintahkan demikian. Adapun Imam
Ahmad pernah berpendapat, bahwa kalau mau boleh mengulurkan tangan (irsal)
setelah ruku atau sedekap. Maka itu bukanlah dalil tapi hanya sekedar pendapat
yang berdasarkan ijtihad saja.
Bandung, 25 Desember 1983
Penyusun,
Ketua Dewan Hisbah Persatuan Islam
K.H.E. Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar