Cinta bukanlah
logika. Cinta itu bersemayam dan bersemi dalam hati. Cinta tak bisa diuraikan
dengan kata kata. Kalau pun ada yang hendak mencoba, menjelaskan kata cinta,
paling ia hanya menerka-nerka, berdasarkan perasaan yang dia punya. Manusia
punya pengalaman cinta yang berbeda. Ada cinta, yang bergayung sambut, terasa
manis begitu nikmat. Namun, ada pula yang cintanya bertepuk sebelah tangan,
pahit pun terpaksa ditelan.
Cinta bukan
hal yang berdosa. Cinta tidak pula hina. Tapi cinta itu karunia. Allah yang
memberikan kepada laki-laki dan wanita. Kendali cinta ada di tangan manusia. Ia
harus mampu menjaga cinta, agar tak terjerumus ke dalam Neraka. Cinta tak
ternoda dan jadi nista, bila rambu-rambu syari’ah ia terima.
Cinta bukan kata
senonoh tapi ungkapan yang indah. Cinta bukan dijauhi tapi dihampiri. Dengan
cinta, yang berat jadi ringan. Dengan cinta, yang jauh terasa dekat. Dengan
cinta, yang sedih jadi gembira. Dengan cinta, yang lemah jadi kuat. Dengan
cinta, yang jahat jadi baik. Dengan cinta, yang susah jadi mudah. Dengan cinta,
yang berdosa jadi bertaubat.
Cinta bisa
merubah sang pecinta 180 derajat berbeda dari sebelumnya. Cinta mengubah
pemalas jadi rajin. Cinta mengubah si bakhil jadi demawan. Cinta mengubah
penakut jadi mendadak berani. Begitulah bila cinta yang sudah terpatri dihati.
Cinta itu
dorongan kuat untuk melakukan sesuatu. Cinta kebersihan maka buanglah sampah
pada tempatnya. Cinta buku maka bacalah berulang-ulang. Cinta Alqur’an maka
amalkanlah isinya. cinta Rasulullah maka amalkanlah sunah dan jauhkan bid’ah.
Cinta Wanita maka nikahilah dia.
Seseorang yang
terjerat oleh jaring cinta, akan tampak dari perubahan sikap yang tak seperti
biasanya. Diantaranya, ia mencuri curi pandang agar bisa melihat pujaan
hatinya. Bila bertemu dan berbincang dengan sang tercinta, ia senantiasa jadi
pendengar setia. Tak satu kata pun dibantahnya. Bahkan tutur kata yang gombal
pun diiyakannya.
Bila ia
papasan di jalan, raut wajahnya akan berubah jadi terlihat gugup. Bahkan
berbicara pun terbata-bata seperti baru belajar mengeja. Sementara itu, di lain
tempat, ketika terdengar nama sang pujaan disebut-sebut atau dipanggil panggil,
ia pun hatinya langsung bergetar.
Kala cinta
melanda, pecinta akan meniru apa yang disenangi oleh sang tercinta. Bila sang
pujaan kutu buku, ia akan rajin ke perpustakaan. Bahkan menyempatkan diri
belanja ke book store atau berkunjung
ke book fair. Bila sang pujaan guru
ngaji, ia yang biasanya malas belajar saat di sekolah, tapi ketika mengaji justru paling awal hadirnya dan paling
semangat. Bila sang tercinta seorang aktivis, ia akan mengikuti sang pujaan
pada kegiatan apa pun, pada waktu kapan pun, dan pada tempat dimana pun.
Manakala panah
asmara menancap didadanya, cinta
membuatnya resah dan gelisah, pikirannya seperti melayang terbang ke angkasa. Namun,
terkadang dia senang menyendiri, duduk sambil menghitung-hitung bintang dengan
jari, tak lupa menggenggam handphone dengan tangan kiri. Bahkan kesendiriannya
itu kadang berlangsung sampai pagi. Selain itu, Sang pecinta punya perhatian
lebih terhadap sang tercinta. Apalagi bila ada kejadian yang tiba-tiba menimpanya.
Ia langsung hawatir dan cemas memikirkannya.
Cinta ibarat
jiwa-jiwa yang saling terhubung satu sama lain. Cinta akan mengalir pada kedua
insan bila tirai yang memisahkan mereka berdua hilang. Ibarat dua kobaran api,
bila ada dinding pemisah diantara keduanya, kobaran itu tak akan bersatu. Tapi
bila penghalang itu sirna, maka kedua api itu akan bergabung. Begitulah cinta,
bila tak ada hambatan, maka dua jiwa itu cintanya akan terjalin. Hubungan itu
berupa getaran cinta. Getaran itu yang menarik pecinta kepada sang pujaan. Maka
ketika meminang wanita, hendaklah yang punya daya tarik (ada getaran cinta)
baginya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW,
“ Apabila salah satu dari kalian melamar
perempuan, lalu jika dia mampu melihat darinya sesuatu yang akan mendorong
untuk menikahinya, maka hendaklah ia lakukan (HR Ahmad dan Abu Daud) “
Hadis itu
sejalan dengan firman Allah SWT,
“ ... maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut belaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (QS An-Nisa: 3) “
“Yang kamu
senangi” itulah yang anda cintai, dialah perempuan yang dapat mengetarkan hatimu,
ia punya daya tarik cinta seperti magnet. Cinta menarik hatimu ke hatinya. Hingga
cinta mendorong anda untuk menghalalkannya. Cinta telah mengubah anda jadi
pemberani, bertandang ke orang tuanya. Namun bila masih ada perasaan gerogi
juga, mintalah bantuan perantara yang terpercaya. Dia yang akan mengirimkan
pesan cinta kepadanya.
Manakala kedua
orang yang berlainan jenis itu punya banyak kesamaan, maka tabir penghalang cinta
bisa ditembus. Cinta pun mengalir. Sang pecinta
pun bisa mengikat sang pujaan dengan pernikahan. Keselarasan dapat mempermudah
dua manusia untuk bersatu dalam bahtera cinta. Bayangkan, andaikata mereka
berdua beda paham, misalnya dalam masalah fikih, nanti yang ada malah saling
berdebat, beradu argumen. Hal Itu justru
dapat mempertebal tembok penghalang cinta. Itulah mengapa keselarasan dinilai
penting. Oleh karena itu, kesamaan dalam akidah, kesamaan dalam manhaj,
dibutuhkan agar bangunan cinta dapat harmonis.
Maka sang
pecinta perlu “mengetahui” sang pujaan, sebelum menikahinya. Apakah pada diri
sang tercinta itu banyak kesamaanya atau justru perbedaannya yang lebih dominan.
Sebagaimana Rasulullah bersabda ,
“ Abu Hurairah berkata,’Aku pernah bersama
Nabi SAW, tiba-tiba datang seorang laki-laki menghampirinya dan menceritakan
bahwa dia telah menikahi seorang perempuan dari kaum Anshar.’ Kemudian
Rasulullah bertanya kepadanya,’Sudahkah kau melihatnya?’ Ia menjawab,’ Belum.’
Rasulullah SAW bersabda,’ Pergilah dan
lihatlah dia, sesungguhnya pada mata orang-orang Anshar itu terdapat
sesuatu’ (HR Muslim dan An-Nasa’i)”
Sejatinya, mencintai itu haruslah karena Allah SWT
semata. Hal itu akan jadi berkah. Cinta
karena manusia akan binasa. Cinta karena nafsu akan kena musibah. Cinta pada
pujaan hati yang hendak dinikahi, sebabnya ada empat. Sebagaimana yang
Rasulullah sabdakan,
“ Wanita itu dinikahi karena empat perkara:
karena hartanya, karena kedudukannya,
karena kecantikannya, karena agamanya. Lalu pilihlah perempuan yang beragama
niscaya kamu bahagia (HR Muttafaq ‘alaih) “
Nikah karena
cinta harta, itu tak akan langgeng. Sebab harta bisa berpindah tangan. Ketika
hartanya sudah habis, tak ada lagi yang dapat dimanfaatkan, cinta pun akan
berpaling darinya. Selanjutnya, nikah
karena cinta kedudukan, itu pun tak akan berlangsung lama. Ketika statusnya
dicabut, maka cinta pun akan binasa bersamaan dengan hilangnya strata sosial. Kemudian,
nikah karena cinta kecantikan, itu pun tak akan bertahan. Wajah yang cantik
bisa memudar. Kulit yang mulus akan berubah keriput. Manakala kecantikan sirna
maka lenyaplah cinta.
Nikah karena
cinta agama. Inilah cinta yang seharusnya. Cinta ilahi yang bisa membawa kebahagiaan.
Kalaupun wanita itu berharta, kekayaannya akan digunakan mendanai dakwah.
Meskipun ia berstrata lebih tinggi namun dia tetap mematuhi suami. Walaupun
cantik, ia bersolek hanya untuk menyenangi suami. Andaikata hartanya, statusnya, kecantikannya sirna. Tetapi
masih ada yang tersisa sampai ujung hayat yaitu agama yang diyakininya.
Menikah karena cinta ilahi
Menambah keyakinan diri
Sang tercinta pilihan hati
Mencintainya penuh makna dan arti
Bersamanya membina putra-putri
Membangun generasi qur’ani
Berjayalah Islam di muka bumi
Cinta ilahi
melampaui cinta lainya. Andaikata cinta itu terlahir dari orang yang berharta,
maka kaum dhu’afa tak punya cinta. Andaikata perasaan cinta itu muncul dari
kecantikan fisik wanita, maka cinta tak akan diperoleh oleh perempuan yang
buruk rupa. Andaikata cinta terpancar dari yang berstatus tinggi, maka kelas
bawah tak layak menerima cinta. Tapi
realitasnya tak seperti itu, cinta hadir kepada siapa pun. Dan hanya cinta
ilahi yang menentramkan hati. Saat rizki berlimpah, ia syukuri alhamdulillah. Sedangkan
bila musibah menimpa, ia sabar dan berdo’a. Oleh karena itu bahagianya menikah
karena cinta agama. Wallahu’alam
Rijal Arham, S.Sos.I
Guru Madrasah Ibtidaiyah Ar-Ridha Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar