Laman

Jumat, 03 Agustus 2012

NIKAH KARENA CINTA AGAMA



Cinta bukanlah logika. Cinta itu bersemayam dan bersemi dalam hati. Cinta tak bisa diuraikan dengan kata kata. Kalau pun ada yang hendak mencoba, menjelaskan kata cinta, paling ia hanya menerka-nerka, berdasarkan perasaan yang dia punya. Manusia punya pengalaman cinta yang berbeda. Ada cinta, yang bergayung sambut, terasa manis begitu nikmat. Namun, ada pula yang cintanya bertepuk sebelah tangan, pahit pun terpaksa ditelan.
Cinta bukan hal yang berdosa. Cinta tidak pula hina. Tapi cinta itu karunia. Allah yang memberikan kepada laki-laki dan wanita. Kendali cinta ada di tangan manusia. Ia harus mampu menjaga cinta, agar tak terjerumus ke dalam Neraka. Cinta tak ternoda dan jadi nista, bila rambu-rambu syari’ah ia terima.
Cinta bukan kata senonoh tapi ungkapan yang indah. Cinta bukan dijauhi tapi dihampiri. Dengan cinta, yang berat jadi ringan. Dengan cinta, yang jauh terasa dekat. Dengan cinta, yang sedih jadi gembira. Dengan cinta, yang lemah jadi kuat. Dengan cinta, yang jahat jadi baik. Dengan cinta, yang susah jadi mudah. Dengan cinta, yang berdosa jadi bertaubat.
Cinta bisa merubah sang pecinta 180 derajat berbeda dari sebelumnya. Cinta mengubah pemalas jadi rajin. Cinta mengubah si bakhil jadi demawan. Cinta mengubah penakut jadi mendadak berani. Begitulah bila cinta yang sudah terpatri dihati.
Cinta itu dorongan kuat untuk melakukan sesuatu. Cinta kebersihan maka buanglah sampah pada tempatnya. Cinta buku maka bacalah berulang-ulang. Cinta Alqur’an maka amalkanlah isinya. cinta Rasulullah maka amalkanlah sunah dan jauhkan bid’ah. Cinta Wanita maka nikahilah dia.
Seseorang yang terjerat oleh jaring cinta, akan tampak dari perubahan sikap yang tak seperti biasanya. Diantaranya, ia mencuri curi pandang agar bisa melihat pujaan hatinya. Bila bertemu dan berbincang dengan sang tercinta, ia senantiasa jadi pendengar setia. Tak satu kata pun dibantahnya. Bahkan tutur kata yang gombal pun diiyakannya.
Bila ia papasan di jalan, raut wajahnya akan berubah jadi terlihat gugup. Bahkan berbicara pun terbata-bata seperti baru belajar mengeja. Sementara itu, di lain tempat, ketika terdengar nama sang pujaan disebut-sebut atau dipanggil panggil, ia pun hatinya langsung bergetar.
Kala cinta melanda, pecinta akan meniru apa yang disenangi oleh sang tercinta. Bila sang pujaan kutu buku, ia akan rajin ke perpustakaan. Bahkan menyempatkan diri belanja ke book store atau berkunjung ke book fair. Bila sang pujaan guru ngaji, ia yang biasanya malas belajar saat di sekolah, tapi ketika mengaji  justru paling awal hadirnya dan paling semangat. Bila sang tercinta seorang aktivis, ia akan mengikuti sang pujaan pada kegiatan apa pun, pada waktu kapan pun, dan pada tempat dimana pun.
Manakala panah asmara menancap didadanya,  cinta membuatnya resah dan gelisah, pikirannya seperti melayang terbang ke angkasa. Namun, terkadang dia senang menyendiri, duduk sambil menghitung-hitung bintang dengan jari, tak lupa menggenggam handphone dengan tangan kiri. Bahkan kesendiriannya itu kadang berlangsung sampai pagi. Selain itu, Sang pecinta punya perhatian lebih terhadap sang tercinta. Apalagi bila ada kejadian yang tiba-tiba menimpanya. Ia langsung hawatir dan cemas memikirkannya.
Cinta ibarat jiwa-jiwa yang saling terhubung satu sama lain. Cinta akan mengalir pada kedua insan bila tirai yang memisahkan mereka berdua hilang. Ibarat dua kobaran api, bila ada dinding pemisah diantara keduanya, kobaran itu tak akan bersatu. Tapi bila penghalang itu sirna, maka kedua api itu akan bergabung. Begitulah cinta, bila tak ada hambatan, maka dua jiwa itu cintanya akan terjalin. Hubungan itu berupa getaran cinta. Getaran itu yang menarik pecinta kepada sang pujaan. Maka ketika meminang wanita, hendaklah yang punya daya tarik (ada getaran cinta) baginya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW,
Apabila salah satu dari kalian melamar perempuan, lalu jika dia mampu melihat darinya sesuatu yang akan mendorong untuk menikahinya, maka hendaklah ia lakukan (HR Ahmad dan Abu Daud) “
Hadis itu sejalan dengan firman Allah SWT,
... maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut belaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya  (QS An-Nisa: 3) “
“Yang kamu senangi” itulah yang anda cintai, dialah perempuan yang dapat mengetarkan hatimu, ia punya daya tarik cinta seperti magnet. Cinta menarik hatimu ke hatinya. Hingga cinta mendorong anda untuk menghalalkannya. Cinta telah mengubah anda jadi pemberani, bertandang ke orang tuanya. Namun bila masih ada perasaan gerogi juga, mintalah bantuan perantara yang terpercaya. Dia yang akan mengirimkan pesan cinta kepadanya.
Manakala kedua orang yang berlainan jenis itu punya banyak kesamaan, maka tabir penghalang cinta bisa ditembus. Cinta pun mengalir. Sang pecinta  pun bisa mengikat sang pujaan dengan pernikahan. Keselarasan dapat mempermudah dua manusia untuk bersatu dalam bahtera cinta. Bayangkan, andaikata mereka berdua beda paham, misalnya dalam masalah fikih, nanti yang ada malah saling berdebat, beradu argumen.  Hal Itu justru dapat mempertebal tembok penghalang cinta. Itulah mengapa keselarasan dinilai penting. Oleh karena itu, kesamaan dalam akidah, kesamaan dalam manhaj, dibutuhkan agar bangunan cinta dapat harmonis.
Maka sang pecinta perlu “mengetahui” sang pujaan, sebelum menikahinya. Apakah pada diri sang tercinta itu banyak kesamaanya atau justru perbedaannya yang lebih dominan. Sebagaimana Rasulullah bersabda ,
Abu Hurairah berkata,’Aku pernah bersama Nabi SAW, tiba-tiba datang seorang laki-laki menghampirinya dan menceritakan bahwa dia telah menikahi seorang perempuan dari kaum Anshar.’ Kemudian Rasulullah bertanya kepadanya,’Sudahkah kau melihatnya?’ Ia menjawab,’ Belum.’ Rasulullah SAW bersabda,’ Pergilah dan lihatlah dia, sesungguhnya pada mata orang-orang Anshar itu terdapat sesuatu’ (HR Muslim dan An-Nasa’i)”
Sejatinya,  mencintai itu haruslah karena Allah SWT semata.  Hal itu akan jadi berkah. Cinta karena manusia akan binasa. Cinta karena nafsu akan kena musibah. Cinta pada pujaan hati yang hendak dinikahi, sebabnya ada empat. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan,
Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya,  karena kedudukannya, karena kecantikannya, karena agamanya. Lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia (HR Muttafaq ‘alaih) “
Nikah karena cinta harta, itu tak akan langgeng. Sebab harta bisa berpindah tangan. Ketika hartanya sudah habis, tak ada lagi yang dapat dimanfaatkan, cinta pun akan berpaling darinya.  Selanjutnya, nikah karena cinta kedudukan, itu pun tak akan berlangsung lama. Ketika statusnya dicabut, maka cinta pun akan binasa bersamaan dengan hilangnya strata sosial. Kemudian, nikah karena cinta kecantikan, itu pun tak akan bertahan. Wajah yang cantik bisa memudar. Kulit yang mulus akan berubah keriput. Manakala kecantikan sirna maka lenyaplah cinta.
Nikah karena cinta agama. Inilah cinta yang seharusnya. Cinta ilahi yang bisa membawa kebahagiaan. Kalaupun wanita itu berharta, kekayaannya akan digunakan mendanai dakwah. Meskipun ia berstrata lebih tinggi namun dia tetap mematuhi suami. Walaupun cantik, ia bersolek hanya untuk menyenangi suami. Andaikata  hartanya, statusnya, kecantikannya sirna. Tetapi masih ada yang tersisa sampai ujung hayat yaitu agama yang diyakininya.
Menikah karena cinta ilahi
Menambah keyakinan diri
Sang tercinta pilihan hati
Mencintainya  penuh makna dan arti
Bersamanya membina putra-putri
Membangun generasi qur’ani
Berjayalah Islam di muka bumi
Cinta ilahi melampaui cinta lainya. Andaikata cinta itu terlahir dari orang yang berharta, maka kaum dhu’afa tak punya cinta. Andaikata perasaan cinta itu muncul dari kecantikan fisik wanita, maka cinta tak akan diperoleh oleh perempuan yang buruk rupa. Andaikata cinta terpancar dari yang berstatus tinggi, maka kelas bawah tak layak menerima cinta.  Tapi realitasnya tak seperti itu, cinta hadir kepada siapa pun. Dan hanya cinta ilahi yang menentramkan hati. Saat rizki berlimpah, ia syukuri alhamdulillah. Sedangkan bila musibah menimpa, ia sabar dan berdo’a. Oleh karena itu bahagianya menikah karena cinta agama. Wallahu’alam
Rijal Arham, S.Sos.I
Guru Madrasah Ibtidaiyah Ar-Ridha Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar