Bumi yang
dihuni oleh manusia memiliki bentuk muka yang berbeda. Umpamanya, gunung,
daratan, lembah, dan sebagainya. Namun, bentuk itu selalu mengalami perubahan.
Hal itu karena tenaga endogen dan eksogen. Tenaga endogen adalah tenaga yang
berasal dari dalam bumi. Misalnya, tektogenetik, vulkanisme (gunung api), dan
seisme (gempa bumi). Sedangkan tenaga eksogen adalah tenaga yang berasal dari
luar bumi. Contohnya, air, angin, sinar matahari, dan es.
Gejala alam
yang disebabkan oleh tenaga endogen dan eksogen, memicu rasa ingin tahu pada
pikiran manusia. Lalu muncul pertanyaan,” Apakah banjir, kekeringan, gempa,
gunung meletus terjadi dengan begitu saja? Atau ada yang menggerakkannya? Kalau
ada, pasti Dia itu zat Yang Maha Kuasa”. Ketika manusia tidak mampu
mengendalikan gejala alam yang datang tiba-tiba, banyak korban berjatuhan,
bukan hanya harta tetapi nyawa pun hilang. Lalu kepada siapa? Manusia meminta
pertolongan agar terhindar dari bencana-bencana alam tersebut. Manusia pasti
memohon bantuan kepada Yang Maha Kuasa.
Manusia dengan
kekuatan akal dan disertai dukungan alam sekitar, tampa bantuan nabi dan rasul,
manusia mampu mencapai kesimpulan bahwa ada Yang Maha Kuasa di alam raya.
Tengoklah berbagai macam kepercayaan dan agama ardhi (bumi) yang melakukan
ritual-ritual tertentu. Mereka lakukan itu sebagai wujud keyakinan akan adanya
Yang Maha Kuasa. Walaupun penyebutan nama Yang Maha Kuasa berbeda-beda pada
setiap kepercayaan dan agama, tetapi pada intinya mereka mengakui ada kekuatan
Yang Maha Kuasa
Secara fitrah,
manusia pasti mengakui ada Yang Maha Kuasa. Bahkan atheis pun dalam hati
kecilnya pasti mengakui hal itu, sebagaimana fir’aun yang atheis mengakui Tuhan
Musa pada saat azalnya. Dibelahan bumi manapun manusia tinggal, akan ada
kepercayaan disana. Hal itu karena kepercayaan terhadap Tuhan telah ada sejak
manusia berada dalam kandungan. Alqur’an menjelaskan,
“Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah
Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab,’Betul (Engkau Tuhan kami). Kami menjadi
saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di Hari Kiamat kamu tidak
mengatakan,’Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (Keesaan Tuhan)” (QS Al-’Araf : 172)
Kalau ada
manusia yang sudah mampu mencari dan menemukan Yang Maha Kuasa, lalu kenapa
Allah SWT mengutus rasul kepada setiap ummat ?
Pada mulanya
manusia itu terlahir dalam keadaan fitrah. Manusia mengakui bahwa hanya Allah
tuhannya. Namun kedua orang tuanya yang mengubah keyakinan itu. Nabi Muhammad
bersabda,
“Setiap bayi
dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nashrani, atau Majusi “ (HR Bukhari Muslim)
Manusia yang
fitrah itu, dirusak oleh perbuatan syirik yang diajarkan oleh kedua orang
tuanya. Lalu rasul diutus untuk membawa risalah tauhid uluhiyah. Rasul mengajak
manusia untuk mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Oleh karena itu,
manusia tidak cukup sebatas pengakuan bahwa Yang Maha Kuasa ada. Namun, Yang
Maha Kuasa itu satu tampa sekutu. Dialah Allah yang menciptakan seluruh alam
raya termasuk manusia. Dialah Allah yang wajib disembah. Allah berfirman,
“ Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk
menyerukan),’ Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu ...” (QS
An-Nahl: 36)
Setiap rasul
pasti berdakwah untuk menyembah Allah saja. Dan melarang umatnya berbuat
syirik. Ibadah yang dibangun diatas pondasi syirik maka ibadahnya tak bernilai.
Setiap rasul melarangan perbuatan syirik sebagaimana yang tercantum dalam
Alqur’an,
“Wahai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya “ (QS Al-‘Araf :
59, 65, 73, 85)
Andaikata
manusia diizinkan cukup mengakui bahwa Yang Maha Kuasa itu ada. Maka tak akan
ada catatan di tarikh tentang konflik antara yang hak dan yang bathil. Namun,
dalam shirah nabawiyah ternyata ditemukan konflik yang begitu hebat ketika nabi
Muhammad mengajak orang-orang Quraisy untuk mengakui bahwa Allah itu satu tampa
sekutu. Penolakan itu datang dari keluarga nabi sendiri. Abu Lahab dan Abu Jahal adalah paman nabi
yang gencar melakukan gangguan, bukan hanya kepada nabi, tetapi kepada
pengikutnya juga. Orang-orang kafir Quraisy
pada umumnya tak suka atas ajakan rasulullah untuk mengesakan Allah.
Gangguan yang
dilakukan orang kafir Quraisy kepada umat Islam beragam. Misalnya, ketika
Umayah tahu budaknya telah masuk Islam, ia memanggang Bilal bin Rabah ditengah
terik matahari yang sangat panas. Abu Lahab menyiksa Yasir, sampai ia menghembuskan
nafas terakhirnya diatas api yang menyala-nyala. Nabi Muhammad dan Zaid bin
Haritsah dilempari batu ketika hijrah ke Thaif. Dan masih banyak lagi bentuk
penindasan terhadap kaum muslimin.
Kalau sebatas
mengakui ada Yang Maha kuasa itu mudah. Namun, ketika dijelaskan bahwa Yang
Maha Kuasa itu satu tampa sekutu, itu yang sulit. Banyak manusia yang menutup
diri terhadap hal itu, sebagaimana yang terjadi pada orang-orang kafir Quraisy
kala itu. Bahkan Abu Thalib, paman nabi pun, enggan untuk mengucapkan syahadat.
Meskipun nabi muhammad sering membujuknya masuk Islam. Namun, hingga akhir
hayatnya, Abu Tholib tetap pada keyakinan nenek moyangnya. Padahal Abu Tholib
sangat membela nabi Muhammad. Ketika Abu Thalib meninggal, turunlah ayat yang
menjelaskan bahwa hidayah ditangan Allah,
“ Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memeberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk “ (QS Al-Qhashas: 56)
Memang begitu
berat mengubah keyakinan seseorang. Meskipun diajak berkali-kali untuk beriman
kepada Allah. Kalau hatinya tak dapat hidayah, maka perbuatan syiriknya itu
sulit berubah. Semakin diajak justru akan semakin menolak. Penolakan itu bisa
halus atau kasar. Bila dia penguasa atau pengusaha kakap, biasanya cenderung
menolak dengan kasar.
Walaupun
sulit, kalimat “la ilaha illallah” harus ditegakkan dimuka bumi. Lafadz itu
bila ditanam dihati dengan ikhlas maka akan berbuah surga. Ikhlas itu ditandai
dengan tidak melakukan perbuatan syirik. Syirik besar maupun syirik kecil yang
berupa riya dan sum’ah. Nabi menegaskan bahwa “la ilaha illah” yang diucapkan
dengan ikhlas maka akan dijauhkan dari neraka,
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah karena
menginginkan ridha Allah “ (HR Bukhari Muslim)
Dakwah para
rasul itu berintikan tauhid uluhiyah, tauhid itu ada pada kalimat “la ilaha
illallah”. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba
berdasarkan niat taqarrub yang disyari’atkan. Allah berfirman,
“Dan Kami
tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya,’Bahwasanya tidak ada tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku’.” (QS Al-Anbiya: 25)
Jelas sudah,
bahwa yang berhak disembah hanya Allah. Yang berhak diibadahi hanya Allah. Yang
berhak diminta pertolongan hanya Allah. Oleh karena itu, menyembah selain Allah
adalah bathil. Selain itu, pelakunya jatuh pada perbuatan syirik. Menduakan
Allah itu termasuk dosa besar. Dan Allah tidak akan mengampuni dosa itu kecuali
pelakunya bertobat.
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain
dari syirik (itu), bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS An-Nisa :48)
Kalimat la
ilaha illallah mengandung peniadaan dan penetapan. Lafadz la ilaha (tidak ada
tuhan) bermakna peniadaan. Lafadz itu menunjukan bahwa perbuatan syirik dengan
segala macam bentuknya itu tidak ada. Sedangkan lafadz illallah (kecuali Allah)
bermakna penetapan. Lafadz itu menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak
disembah. Dalam Alqur’an Allah berfirman,
“Karena itu
barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya
ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat ...” (QS Al-Baqarah: 256)
Ayat itu
menjelaskan makna peniadaan (la ilaha) berupa ingkar kepada thaghut dan makna penetapan
(illallah) berupa iman kepada Allah SWT. Dengan demikian, manusia harus
meninggalkan ibadah kepada tuhan-tuhan selain Allah SWT. Siapa saja yang
berbuat syirik, maka ancamannya adalah neraka. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Alqur’an,
“...
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya masuk surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun “ (QS Almaidah : 72)
Dari uraian
diatas, dapat disimpulkan bahwa rasul diutus untuk mendakwahkan Tauhid
Uluhiyah. Wallahu ‘alam.
Rijal Arham, S.Sos.I
Guru MI Ar-Ridha Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar