Laman

Kamis, 09 Agustus 2012

KENAPA RASUL DIUTUS ?



Bumi yang dihuni oleh manusia memiliki bentuk muka yang berbeda. Umpamanya, gunung, daratan, lembah, dan sebagainya. Namun, bentuk itu selalu mengalami perubahan. Hal itu karena tenaga endogen dan eksogen. Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi. Misalnya, tektogenetik, vulkanisme (gunung api), dan seisme (gempa bumi). Sedangkan tenaga eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi. Contohnya, air, angin, sinar matahari, dan es.
Gejala alam yang disebabkan oleh tenaga endogen dan eksogen, memicu rasa ingin tahu pada pikiran manusia. Lalu muncul pertanyaan,” Apakah banjir, kekeringan, gempa, gunung meletus terjadi dengan begitu saja? Atau ada yang menggerakkannya? Kalau ada, pasti Dia itu zat Yang Maha Kuasa”. Ketika manusia tidak mampu mengendalikan gejala alam yang datang tiba-tiba, banyak korban berjatuhan, bukan hanya harta tetapi nyawa pun hilang. Lalu kepada siapa? Manusia meminta pertolongan agar terhindar dari bencana-bencana alam tersebut. Manusia pasti memohon bantuan kepada Yang Maha Kuasa.
Manusia dengan kekuatan akal dan disertai dukungan alam sekitar, tampa bantuan nabi dan rasul, manusia mampu mencapai kesimpulan bahwa ada Yang Maha Kuasa di alam raya. Tengoklah berbagai macam kepercayaan dan agama ardhi (bumi) yang melakukan ritual-ritual tertentu. Mereka lakukan itu sebagai wujud keyakinan akan adanya Yang Maha Kuasa. Walaupun penyebutan nama Yang Maha Kuasa berbeda-beda pada setiap kepercayaan dan agama, tetapi pada intinya mereka mengakui ada kekuatan Yang Maha Kuasa
Secara fitrah, manusia pasti mengakui ada Yang Maha Kuasa. Bahkan atheis pun dalam hati kecilnya pasti mengakui hal itu, sebagaimana fir’aun yang atheis mengakui Tuhan Musa pada saat azalnya. Dibelahan bumi manapun manusia tinggal, akan ada kepercayaan disana. Hal itu karena kepercayaan terhadap Tuhan telah ada sejak manusia berada dalam kandungan. Alqur’an menjelaskan,
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab,’Betul (Engkau Tuhan kami). Kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di Hari Kiamat kamu tidak mengatakan,’Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)” (QS Al-’Araf : 172)
Kalau ada manusia yang sudah mampu mencari dan menemukan Yang Maha Kuasa, lalu kenapa Allah SWT mengutus rasul kepada setiap ummat ?
Pada mulanya manusia itu terlahir dalam keadaan fitrah. Manusia mengakui bahwa hanya Allah tuhannya. Namun kedua orang tuanya yang mengubah keyakinan itu. Nabi Muhammad bersabda,
“Setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi “ (HR Bukhari Muslim)
Manusia yang fitrah itu, dirusak oleh perbuatan syirik yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Lalu rasul diutus untuk membawa risalah tauhid uluhiyah. Rasul mengajak manusia untuk mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak cukup sebatas pengakuan bahwa Yang Maha Kuasa ada. Namun, Yang Maha Kuasa itu satu tampa sekutu. Dialah Allah yang menciptakan seluruh alam raya termasuk manusia. Dialah Allah yang wajib disembah. Allah berfirman,
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan),’ Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu ...” (QS An-Nahl: 36)
Setiap rasul pasti berdakwah untuk menyembah Allah saja. Dan melarang umatnya berbuat syirik. Ibadah yang dibangun diatas pondasi syirik maka ibadahnya tak bernilai. Setiap rasul melarangan perbuatan syirik sebagaimana yang tercantum dalam Alqur’an,
“Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya “ (QS Al-‘Araf : 59, 65, 73, 85)
Andaikata manusia diizinkan cukup mengakui bahwa Yang Maha Kuasa itu ada. Maka tak akan ada catatan di tarikh tentang konflik antara yang hak dan yang bathil. Namun, dalam shirah nabawiyah ternyata ditemukan konflik yang begitu hebat ketika nabi Muhammad mengajak orang-orang Quraisy untuk mengakui bahwa Allah itu satu tampa sekutu. Penolakan itu datang dari keluarga nabi sendiri.  Abu Lahab dan Abu Jahal adalah paman nabi yang gencar melakukan gangguan, bukan hanya kepada nabi, tetapi kepada pengikutnya juga.  Orang-orang kafir Quraisy pada umumnya tak suka atas ajakan rasulullah untuk mengesakan Allah.
Gangguan yang dilakukan orang kafir Quraisy kepada umat Islam beragam. Misalnya, ketika Umayah tahu budaknya telah masuk Islam, ia memanggang Bilal bin Rabah ditengah terik matahari yang sangat panas. Abu Lahab menyiksa Yasir, sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya diatas api yang menyala-nyala. Nabi Muhammad dan Zaid bin Haritsah dilempari batu ketika hijrah ke Thaif. Dan masih banyak lagi bentuk penindasan terhadap kaum muslimin.
Kalau sebatas mengakui ada Yang Maha kuasa itu mudah. Namun, ketika dijelaskan bahwa Yang Maha Kuasa itu satu tampa sekutu, itu yang sulit. Banyak manusia yang menutup diri terhadap hal itu, sebagaimana yang terjadi pada orang-orang kafir Quraisy kala itu. Bahkan Abu Thalib, paman nabi pun, enggan untuk mengucapkan syahadat. Meskipun nabi muhammad sering membujuknya masuk Islam. Namun, hingga akhir hayatnya, Abu Tholib tetap pada keyakinan nenek moyangnya. Padahal Abu Tholib sangat membela nabi Muhammad. Ketika Abu Thalib meninggal, turunlah ayat yang menjelaskan bahwa hidayah ditangan Allah,
“ Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memeberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk “ (QS Al-Qhashas: 56)
Memang begitu berat mengubah keyakinan seseorang. Meskipun diajak berkali-kali untuk beriman kepada Allah. Kalau hatinya tak dapat hidayah, maka perbuatan syiriknya itu sulit berubah. Semakin diajak justru akan semakin menolak. Penolakan itu bisa halus atau kasar. Bila dia penguasa atau pengusaha kakap, biasanya cenderung menolak dengan kasar.
Walaupun sulit, kalimat “la ilaha illallah” harus ditegakkan dimuka bumi. Lafadz itu bila ditanam dihati dengan ikhlas maka akan berbuah surga. Ikhlas itu ditandai dengan tidak melakukan perbuatan syirik. Syirik besar maupun syirik kecil yang berupa riya dan sum’ah. Nabi menegaskan bahwa “la ilaha illah” yang diucapkan dengan ikhlas maka akan dijauhkan dari neraka,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah karena menginginkan ridha Allah “ (HR Bukhari Muslim)
Dakwah para rasul itu berintikan tauhid uluhiyah, tauhid itu ada pada kalimat “la ilaha illallah”. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari’atkan. Allah berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya,’Bahwasanya tidak ada tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS Al-Anbiya: 25)
Jelas sudah, bahwa yang berhak disembah hanya Allah. Yang berhak diibadahi hanya Allah. Yang berhak diminta pertolongan hanya Allah. Oleh karena itu, menyembah selain Allah adalah bathil. Selain itu, pelakunya jatuh pada perbuatan syirik. Menduakan Allah itu termasuk dosa besar. Dan Allah tidak akan mengampuni dosa itu kecuali pelakunya bertobat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik (itu), bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS An-Nisa :48)
Kalimat la ilaha illallah mengandung peniadaan dan penetapan. Lafadz la ilaha (tidak ada tuhan) bermakna peniadaan. Lafadz itu menunjukan bahwa perbuatan syirik dengan segala macam bentuknya itu tidak ada. Sedangkan lafadz illallah (kecuali Allah) bermakna penetapan. Lafadz itu menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Dalam Alqur’an Allah berfirman,
“Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat ...” (QS Al-Baqarah: 256)
Ayat itu menjelaskan makna peniadaan (la ilaha)  berupa ingkar kepada thaghut dan makna penetapan (illallah) berupa iman kepada Allah SWT. Dengan demikian, manusia harus meninggalkan ibadah kepada tuhan-tuhan selain Allah SWT. Siapa saja yang berbuat syirik, maka ancamannya adalah neraka. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Alqur’an,
“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya masuk surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun “ (QS Almaidah : 72)
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa rasul diutus untuk mendakwahkan Tauhid Uluhiyah. Wallahu ‘alam.
Rijal Arham, S.Sos.I
Guru MI Ar-Ridha Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar